Selasa, 30 Juni 2009

Ikhlas Adalah Persoalan Hati


Memang terlalu sederhana menggambarkan ikhlas seperti itu. Dalam agama, ikhlas merupakan ibadah hati yang paling mendapatkan perhatian para Ulama. Sesuatu yang tidak mudah, sulit diartikan karena menyangkut persoalan hati.
Seperti dikatakan Ibnu Qayyim, ikhlas adalah memurnikan niat dan segala aktivitas sebagai kholifah Allah di muka bumi, hanya untuk mencari ridho-Nya. Seorang hamba yang terlatih dengan jiwa ikhlas, tidak mungkin mencari pujian, popularitas, berebut jabatan atau kedudukan. Orang yang mencari-cari popularitas atau jabatan, tentu ada maksud tertentu yang seringkali didorong oleh hawa nafsu. Adakalanya melakukan aktivitas karena menginginkan namanya dikenal, menjadi buah bibir, mendapat penghormatan, pujian dan sebagainya. Oleh karenanya, ia akan kecewa, apabila yang diinginkan itu tidak terwujud. Bahkan tidak mustahil akan terputus asa atau kapok melakukan suatu aktivitas yang sama. Hal yang demikian ini mengindikasikan tidak adanya ikhlas dalam suatu perbuatan, baik berupa amal yang langsung maupun berhubungan dengan Allah, maupun amal sosial dalam hidup bermasyarakat.
Macam-macam ungkapan Ulama Salaf tentang ikhlas, ada yang mengatakan bahwa ikhlas adalah amal ibadah hanya karena Allah tidak ada bagian bagi selain-Nya, bertujuan mengesakan Allah. Dalam perbuatan taat, membersihkan amal dari perhatian semua makhluk, seta membersihkan amal dari setiap sebab-sebab yang menjerumuskan.
Karena itu, satu riwayat yang menarik untuk diperhatikan. Suatu ketika, Abu Umamah al-Bahili ra. (W. 86 H), salah sahabat setia Nabi asal Syam (Suriah) bercerita, ada seorang lakui-laki datang kepada Nabi SAW dan kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapat Tuan ketika melihat seseorang yang berperang, tapi mendapatkan upah dan ketenaran?" Rasulullah menjawab, "Dia tidak mendapatkan apa-apa!" Laki-laki itu bertanya lagi hingga tiga kali dan jawaban Rasulullah pun tetap tidak berubah. Akhirnya, Nabi SAW berkata untuk terakhir kalinya, "Sesungguhnya Allah tidak menerima amal seseorang tanpa ia ikhlas melakukannya dan semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah".
Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita untuk melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, tanpa pamrih. Segala bentuk benda materi yang didapatkan seseorang sejatinya tidak akan berarti apa-apa di sisi Allah, ketika hasil itu didapat dengan jalan tidak halal. Amal perbuatan seorang hamba tidak bernilai bagi Allah, ketika ia melakukannya dengan terpaksa.
Allah mengetahui apa yang terbetik dan maksud dalam hati setiap hamba-Nya. Tidak ada yang tersembunyi sedikit pun dari pengawasan-Nya. Ikhlas dan tidaknya seseorang dalam beramal tidak akan diketahui secara lahiriyah, karena ia ada di dalam hati, hanya Allah dan kita yang sendiri yang tahu. Maka tak mengherankan saat Rasulullah ditanya tentang seorang pejuang yang gagah berani berperang menaklukkan musuh, tapi ia melakukan hanya untuk mendapatkan gaji atau upah atau semata-mata untuk mendapatkan ketenaran, semua itu tidak ada nilainya di sisi Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar