Rabu, 07 April 2010

10 Permintaan Iblis Kepada Alloh

“Berapa hal yang kau pinta dari Tuhanmu”10 macam”. “Apa saja?”

1. Aku minta agar Alloh membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Alloh mengizinkan.

2. Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba, aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Alloh.

3. Aku minta agar Alloh membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Alloh, maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaitan.

4. Aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal.

5. Aku minta agar Alloh menjadikan kamar mandi sebagai rumahku.

6. Aku minta agar Alloh menjadikan pasar sebagai masjidku.

7. Aku minta agar Alloh menjadikan syair sebagai Qur’anku.

8. Aku minta agar Alloh menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku.

9. Aku minta agar Alloh memberikanku saudara, maka Ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku.

10. “Wahai Muhammad, aku minda agar Alloh membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku. Dan aku minta agar Alloh memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Alloh menjawab, “silakan”, dan aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat. Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.”

Iblis berkata : “Wahai Muhammad, aku tak bisa menyesatkan orang sedikitpun, aku hanya bisa membisikan dan menggoda. Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorangpun…!!! Sebagaimana dirimu, kamu tidak bisa memberi hidayah sedikitpun, engkau hanya rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafir pun di muka bumi ini. Kau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang yang telah ditentukan sengsara. Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. Dan orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.”

Iblis lalu berkata : “Wahai Muhammad Rasululloh, takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha Suci Alloh yang menjadikanmu pemimpin para nabi dan rasul, pemimpin penduduk surga dan yang telah menjadikan aku pemimpin makhluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. Aku si celaka yang terusir, ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu dan aku tak berbohong.”

Selasa, 30 Juni 2009

Ikhlas Adalah Persoalan Hati


Memang terlalu sederhana menggambarkan ikhlas seperti itu. Dalam agama, ikhlas merupakan ibadah hati yang paling mendapatkan perhatian para Ulama. Sesuatu yang tidak mudah, sulit diartikan karena menyangkut persoalan hati.
Seperti dikatakan Ibnu Qayyim, ikhlas adalah memurnikan niat dan segala aktivitas sebagai kholifah Allah di muka bumi, hanya untuk mencari ridho-Nya. Seorang hamba yang terlatih dengan jiwa ikhlas, tidak mungkin mencari pujian, popularitas, berebut jabatan atau kedudukan. Orang yang mencari-cari popularitas atau jabatan, tentu ada maksud tertentu yang seringkali didorong oleh hawa nafsu. Adakalanya melakukan aktivitas karena menginginkan namanya dikenal, menjadi buah bibir, mendapat penghormatan, pujian dan sebagainya. Oleh karenanya, ia akan kecewa, apabila yang diinginkan itu tidak terwujud. Bahkan tidak mustahil akan terputus asa atau kapok melakukan suatu aktivitas yang sama. Hal yang demikian ini mengindikasikan tidak adanya ikhlas dalam suatu perbuatan, baik berupa amal yang langsung maupun berhubungan dengan Allah, maupun amal sosial dalam hidup bermasyarakat.
Macam-macam ungkapan Ulama Salaf tentang ikhlas, ada yang mengatakan bahwa ikhlas adalah amal ibadah hanya karena Allah tidak ada bagian bagi selain-Nya, bertujuan mengesakan Allah. Dalam perbuatan taat, membersihkan amal dari perhatian semua makhluk, seta membersihkan amal dari setiap sebab-sebab yang menjerumuskan.
Karena itu, satu riwayat yang menarik untuk diperhatikan. Suatu ketika, Abu Umamah al-Bahili ra. (W. 86 H), salah sahabat setia Nabi asal Syam (Suriah) bercerita, ada seorang lakui-laki datang kepada Nabi SAW dan kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapat Tuan ketika melihat seseorang yang berperang, tapi mendapatkan upah dan ketenaran?" Rasulullah menjawab, "Dia tidak mendapatkan apa-apa!" Laki-laki itu bertanya lagi hingga tiga kali dan jawaban Rasulullah pun tetap tidak berubah. Akhirnya, Nabi SAW berkata untuk terakhir kalinya, "Sesungguhnya Allah tidak menerima amal seseorang tanpa ia ikhlas melakukannya dan semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah".
Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita untuk melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, tanpa pamrih. Segala bentuk benda materi yang didapatkan seseorang sejatinya tidak akan berarti apa-apa di sisi Allah, ketika hasil itu didapat dengan jalan tidak halal. Amal perbuatan seorang hamba tidak bernilai bagi Allah, ketika ia melakukannya dengan terpaksa.
Allah mengetahui apa yang terbetik dan maksud dalam hati setiap hamba-Nya. Tidak ada yang tersembunyi sedikit pun dari pengawasan-Nya. Ikhlas dan tidaknya seseorang dalam beramal tidak akan diketahui secara lahiriyah, karena ia ada di dalam hati, hanya Allah dan kita yang sendiri yang tahu. Maka tak mengherankan saat Rasulullah ditanya tentang seorang pejuang yang gagah berani berperang menaklukkan musuh, tapi ia melakukan hanya untuk mendapatkan gaji atau upah atau semata-mata untuk mendapatkan ketenaran, semua itu tidak ada nilainya di sisi Allah.

Minggu, 28 Juni 2009

Memaafkan, Beratkah??


Memaafkan adalah pilihan yang cukup sulit dilakukan, terutama bila berkenaan dengan kesalahan yang sangat berat dan menorehkan luka yang dalam di hati. Padahal, tidak sedikit dalil baik itu yang disebut dalam Al-qur'an maupun yang dijelaskan langsung oleh Rasulullah SAW, yang menganjurkan sikap memaafkan orang lain.
Al-qur'an menyebutkan bahwa memaafkan adalah perbuatan mulia "Tetapi, orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan" (QS. Asy-Syura : 43).
Saat bersama para sahabatnya, Rasulullah pernah bersabda : "Maukah kalian aku beri sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan dan meninggikan derajatmu?" Para sahabat menjawab : "Tentu wahai Rasulullah". Rasulullah lalu bersabda : "Bersabar terhadap orang yang membencimu, memaafkan orang yang mendzolimimu, memberi orang yang memusuhimu, dan menyambung tali silaturrahim dengan orang yang memutuskan silaturrahim denganmu" (HR. Thabrani).
Bahkan, Allah akan berjanji melimpahkan rahmat dan ampunannya kepada orang yang memaafkan orang lain. Allah berfirman : "Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. At-Taghobun : 14).
Pada ayat lain, Allah menjelaskan bahwa orang yang memaafkan termasuk orang-orang yang mendapat surga seluas langit dan bumi. Allah berfirman : "Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS. Ali-Imran : 133-134).
Dan memang memaafkan membutuhkan keberanian dan kekuatan mental yang tak kecil. Rasulullah menyebutnya sebagai orang pemberani. "Bukan dikatakan pemberani, orang yang cepat marah. Seorang pemberani adalah yang dapat menguasai dirinya sewaktu marah" (HR. Bukhori dan Muslim).
Oleh karena itu, memaafkan bukanlah sikap lemah atau kalah. Memaafkan adalah sikap mulia dan ksatria. Bahkan memaafkan adalah salah satu sifat Tuhan yang perlu kita imani dengan cara meneladaninya. Semoga kita bisa mengamalkannya.